Kalian (Ikhwan-Akhwat) itu Mengkotak-kotakkan Siapa-siapa yang Pantas dengan Kalian

Pada suatu sore yang indah, terjadi perbincangan seru antara seorang nona muda yang bersemangat dan seorang ustadz dengan topik yang berkaitan dengan pernikahan. Khususnya pernikahan di kalangan yang terkadang dianggap orang sebagai kalangan yang eksklusif, meski justru tugas mereka menuntut mereka untuk bisa inklusif, yaitu aktivis dakwah. Berikut ini petikan obrolan mereka.
Si Eneng berkata:
Tau toko ***** (sensor – red.) gak? Toko UPS gitu, dia klo beli barang ke perusahaan aku loh. Ada di Yogya.
Si Ustadz berkata:
Ooh.. saya gak tau.
Si Eneng berkata:
Barusan, aku dibilang udah nikah katanya, ckckckck..
Si Ustadz berkata:
Siapa yg bilang?
Si Eneng berkata:
Itu Bu ***** (sensor – red.) customer-ku di Jogja, katanya “sudah nikah ya Bu, pengantin baru nih kayaknya?” gitu.. ckckck…
Si Ustadz berkata:
Kok bisa?
Si Eneng berkata:
Liat foto YM… katanya pasti udah nikah tapi nikahnya belom lama, belom punya anak, rrrrrrrrrrrrr…
Si Ustadz berkata:
Bilang saja gini: belum nikah sih, tapi sudah pengen =D
Si Eneng berkata:
Hahahah, coba tadi aku jawabnya gitu yah, hahaha..
Si Ustadz berkata:
Hehehe. Yup.
Si Eneng berkata:
Iya kan, seandainya udah diketemuin sama the right one mah, ngapain lama-lama, nikah aja, baru pacaran. *insyaf
Si Ustadz berkata:
Kayaknya Eneng pernah ngerasain pacaran ni. Kayak apa sih?
Si Eneng berkata:
Lah kemarin kan..
Belum pernah yah? Mau aku kasih tau rasanya?
Si Ustadz berkata:
Gimana?
Si Eneng berkata:
Ehm… rasanya itu labil banget, kadang seneng kadang sakit. Kesel lah gitu, apa lagi klo udah jealous-jealous gitu, ihhh nyiksa banget dech. Cemburu sama orang yg belom tentu jadi suami kita, prettt, apa-apaan coba ih?
Si Ustadz berkata:
Hahahaha.. uppss..
Si Eneng berkata:
Ihhhh, puas banget kayaknya itu ketawanya, ihh..
Si Ustadz berkata:
Hehehe… ya maaf…
Si Eneng berkata:
Tapi kadang seru juga sih, klo lagi digodain sama cowok-cowok iseng jadi ada yang belain, walaupun mungkin akan lebih menyenangkan klo yang belain itu suami, hiks..
Si Ustadz berkata:
Jelas, apalagi suaminya gagah and pinter bela diri ^-^.
Si Eneng berkata:
Hahah, iya iya, mau donk yang kayak gitu..satu untuk selamanya =D
Hmmm..susah lah itu nyari yang kayak gitu mah.
Si Ustadz berkata:
Yang kayak apa?
Si Eneng berkata:
Yang gagah dan pinter beladiri, tapi sholih dan sayang istri.
Si Ustadz berkata:
Hmm nemu pun belum tentu bisa dimiliki, hehehe… =D
Si Eneng berkata:
Iya bener. Biasanya sih yang punya 4 poin tadi itu, doi juga bakal punya kriteria khusus buat calon istri, poin pertama pasti kudu akhwat, hahaha..
Si Ustadz berkata:
Ya mungkin begitu =D
Si Eneng berkata:
Heheheh..
Interpretasi akhwat di mata para ikhwan itu kayak apa sih? Penasaran.
Si Ustadz berkata:
Akhwat = saudara perempuan yg seiman. Hehehe…
Itu pengertian umumnya, dan ada pengertian khusus.
Si Eneng berkata:
Secara dandanan kayak apa? Jilbab lebar dengan kaos kaki?
Si Ustadz berkata:
Dandanannya ya yang sesuai syariat: tidak tipis, tidak ketat, tidak transparan, menutup aurot, tidak tasyabbuh.
Si Eneng berkata:
Kalo kayak aku yang meski ke mana-mana pake kaos kaki dan jilbabnya syar’i tetap gak bisa dibilang akhwat? Karena masih pake jeans.
Si Ustadz berkata:
Eneng bisa kok dibilang akhwat, karena Eneng kan muslimah. =3
Si Eneng berkata:
Hmm…
Ok lah Saya mah udah pasti diblacklist dari daftar ikhwan, Saya cari yang laki-laki yang penting sholih saja lah..
Si Ustadz berkata:
Ya jangan begitu dong. Jangan berputus asa. Kan semuanya ada prosesnya. Kan Eneng gak akan berhenti hanya sampai di sini, tapi tetap terus maju. Kan?
Si Eneng berkata:
Iyeps
Si Ustadz berkata:
Tetep semangat ya…
Si Eneng berkata:
Iyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Si Ustadz berkata:
^-^
Si Eneng berkata:
Intinya sih kalian yah (ikhwan-akhwat) itu mengkotak-kotakkan siapa-siapa yang pantas dengan kalian…
Si Ustadz berkata:
Neng, yang disebut akhwat dalam definisi khusus itu bukan cuma sekadar karena tampilan busana. Hmm, dan kesimpulan Neng itu juga tidak tepat Neng.
Si Eneng berkata:
Hmmmmmm..
Si Ustadz berkata:
Boleh Saya berargumen?
Si Eneng berkata:
Coba..
Si Ustadz berkata:
Hmm dari mana ya…
Si Eneng berkata:
Dari mana aja boleh lah, Tadz..
Si Ustadz berkata:
Hmm oke, begini…
Yang disebut ikhwan dan akhwat dalam pengertian khusus itu (sejauh pemahaman saya) adalah saudara-saudara seiman yang terus berupaya memperbaiki dirinya dengan tarbiyah Islamiyah, mendalami Islam dan berusaha dengan sadar mendakwahkannya. Nah mereka diikat dalam tali persaudaraan (ukhuwah) dalam dakwah (makanya yang laki-laki disebut ikhwan/saudara laki-laki, dan yang perempuan disebut akhwat/saudara perempuan – red.). Maka orientasi dalam segala sisi hidupnya adalah untuk dakwah. Termasuk menikah pun untuk dakwah. Lanjut?
Si Eneng berkata:
Lanjuttttttt..
Si Ustadz berkata:
Nah, Saya perlu sebutkan maratibul ‘amal / tahapan amal dalam dakwah. Pernah dengar?
Si Eneng berkata:
Beluum.
Si Ustadz berkata:
Tahapan amal itu adalah…
1. ishlahun nafs
2. takwinul baitul muslim
3. irsyadul mujtama’
4. tahrirul wathan
5. ishlahul hukumah
6. iqamatud daulah
7. ustadziyatul ‘alam
Si Eneng berkata:
Kaitannya?
Si Ustadz berkata:
Erat sekali. Btw, perlu diterjemahin gak tu?
Si Eneng berkata:
Iya atuh ih, Saya kan awam soal itu.
Si Ustadz berkata:
Baiklah Neng, kalau diterjemahkan:
1. perbaikan diri
2. membangun keluarga muslim
3. memperbaiki masyarakat
4. pembebasan negeri
5. perbaikan hukum
6. pendirian daulah
7. Islam menjadi guru seluruh alam
Si Eneng berkata:
Jadi?
Si Ustadz berkata:
Nah… Target terakhir amal dakwah kan menjadikan Islam sebagai ustadziyatul alam dimana Islam berjaya di dunia dan tidak ada fitnah lagi di muka bumi. (saat itu bumi mencapai kehidupan yang aman, damai, adil, makmur, sejahtera – red.)
Si Eneng berkata:
Ho’oh..
Si Ustadz berkata:
Itu diawali oleh tahap-tahap sebelumnya. Mulai dari perbaikan diri dengan tarbiyah (pembinaan/pendidikan) dengan segala sarananya.
Setelah itu memperluas orbit dengan mulai membentuk keluarga muslim, yaitu memperbaiki keluarga kita (ortu, saudara) sehingga keluarga kita memiliki nilai-nilai Islam, dan juga termasuk ketika membangun keluarga sendiri (dengan istri/suami).
Nah, apa tujuan pernikahan dalam dakwah? Coba jawab Neng!
Si Eneng berkata:
Biar bisa dakwah bareng-bareng dan melahirkan generasi Islam juga yang baik. Gitu kali yah?
Si Ustadz berkata:
Betuul! Seratus buat si Eneng mah. Yup, jadi seperti dalam pelajaran biologi, bahwa perkembangbiakan itu untuk mempertahankan jenisnya, hehehe..
Si Eneng berkata:
Ho’oh…ngertiii…
Si Ustadz berkata:
Nah, pernikahan itu juga untuk mempertahankan jenisnya agar da’i-da’i itu tidak punah.
Artinya, membangun generasi muslim berikutnya yang akan meneruskan estafeta dakwah.
Si Eneng berkata:
Iya, kayaknya pernah dapet materi kayak gini waktu liqo (di SMA – red.) dulu.
Si Ustadz berkata:
^-^ Nah, bila keluarga muslim sudah terbangun, nanti bisa memperbaiki maysarakat dan seterusnya. Dan… anak-anak mereka nanti bisa diharapkan untuk dapat menjadi penerus perjuangan. Nah!
Si Eneng berkata:
Ngagetin..
Si Ustadz berkata:
=D Untuk bisa memiliki harapan dapat menghasilkan generasi yang baik… dimulai sejak sebelum nikah.., yaitu memilih pasangan yang terbaik.
Si Eneng berkata:
Setuju sih..
Si Ustadz berkata:
Ada tapinya?
Si Eneng berkata:
Apa?
Si Ustadz berkata:
Itu pertanyaan buat Eneng, soalnya ada “sih”-nya.
Si Eneng berkata:
Ouh, hahahha.. Hmmm.. tapi, tapi bingung =P
Si Ustadz berkata:
Coba… salah satu tugas suami kan mendidik dan mengarahkan istri, berarti kan kudu nyari suami yang terbaik?
Si Eneng berkata:
Iya BETULLLLLLLLLLL. Klo istrinya udah pinter?
Si Ustadz berkata:
Terus, tugas istri adalah ngedidik anak (sebagai pelaku yang utama, meski suami juga punya peran itu), makanya harus nyari istri yang terbaik. Orang tidak cukup hanya pinter, tapi juga istiqomah/terjaga. Karena iman itu kadang naik, kadang turun.
Si Eneng berkata:
Iya, suka futur gitu yah Mas?
Si Ustadz berkata:
Boleh jadi. Makanya kudu bisa saling menjaga. Maka, kedua pasangan harusnya kufu’.
Si Eneng berkata:
Iya iya, jadi memang kudu nyari yg sekufu ya kan?
Si Ustadz berkata:
Itu idealnya. Meski ada kisah-kisah luar biasa (sebagai perkecualian – red.).
Si Eneng berkata:
Nggak boleh yah klo suaminya sholih istrinya masih error waktu pertama nikah?
Si Ustadz berkata:
Dikhawatirkan suaminya justru terpengaruh dan …. terjadi degradasi kualitas.
Si Eneng berkata:
Aaaahh iya benar..
Si Ustadz berkata:
Kenapa begitu?
Karena antara kecenderungan positif dan negatif, biasanya lebih kuat negatifnya.
Melihat pasangannya rajin, gak mudah bisa ikut rajin. Tapi klo liat pasangan males, gampang aja tertular males.
Si Eneng berkata:
Eh tapi lupa yah, kan klo uda cinta mah pasti mau-mau aja tau buat ketularan rajinnya sama pasangan? =P
Si Ustadz berkata:
Itu kalau di awal-awal pernikahan mungkin aja. Tapi kalau sudah agak lama… ehmm saya gak yakin bisa bertahan.
Si Eneng berkata:
Iya juga yahhhh..? Bisa-bisa suaminya minta poligami sama akhwat, hahaha…
Si Ustadz berkata:
Oh hahaha…
Si Eneng berkata:
Ehm, ok fine!! Nawaitu dech mau perbaikin diri, … =D
Si Ustadz berkata:
^-^
###
Begitulah. Dalam urusan mencari pasangan hidup memang harus pilih-pilih, kata orang Jawa sih harus sesuai bibit, bobot lan bebete. Bukan bermaksud mengkotak-kotakkan. Namun di balik itu semua ada tujuan untuk mendapatkan kebaikan di dunia maupun akhirat. Kalau kita dapat yang baik, kan yang untung kita sendiri. Ya kan? 
.;;sumber tulisan: bangcahyo.wordpress.com;;.

------------------------------------------------------------------------------------------------- Blogger yang baik meninggalkan jejak komentar... ------------------------------------------------------------------------------------------------- Baca Juga Artikel Menarik Lainnya:

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More