Pada suatu sore yang indah, terjadi perbincangan seru antara seorang nona muda yang bersemangat dan seorang ustadz dengan topik yang berkaitan dengan pernikahan. Khususnya pernikahan di kalangan yang terkadang dianggap orang sebagai kalangan yang eksklusif, meski justru tugas mereka menuntut mereka untuk bisa inklusif, yaitu aktivis dakwah. Berikut ini petikan obrolan mereka.
Tau toko ***** (sensor – red.) gak? Toko UPS gitu, dia klo beli barang ke perusahaan aku loh. Ada di Yogya.
Barusan, aku dibilang udah nikah katanya, ckckckck..
Itu Bu ***** (sensor – red.) customer-ku di Jogja, katanya “sudah nikah ya Bu, pengantin baru nih kayaknya?” gitu.. ckckck…
Liat foto YM… katanya pasti udah nikah tapi nikahnya belom lama, belom punya anak, rrrrrrrrrrrrr…
Bilang saja gini: belum nikah sih, tapi sudah pengen =D
Hahahah, coba tadi aku jawabnya gitu yah, hahaha..
Si Ustadz berkata: Iya kan, seandainya udah diketemuin sama the right one mah, ngapain lama-lama, nikah aja, baru pacaran. *insyaf
Kayaknya Eneng pernah ngerasain pacaran ni. Kayak apa sih?
Belum pernah yah? Mau aku kasih tau rasanya?
Ehm… rasanya itu labil banget, kadang seneng kadang sakit. Kesel lah gitu, apa lagi klo udah jealous-jealous gitu, ihhh nyiksa banget dech. Cemburu sama orang yg belom tentu jadi suami kita, prettt, apa-apaan coba ih?
Ihhhh, puas banget kayaknya itu ketawanya, ihh..
Tapi kadang seru juga sih, klo lagi digodain sama cowok-cowok iseng jadi ada yang belain, walaupun mungkin akan lebih menyenangkan klo yang belain itu suami, hiks..
Jelas, apalagi suaminya gagah and pinter bela diri ^-^.
Hahah, iya iya, mau donk yang kayak gitu..satu untuk selamanya =D
Hmmm..susah lah itu nyari yang kayak gitu mah.
Yang gagah dan pinter beladiri, tapi sholih dan sayang istri.
Hmm nemu pun belum tentu bisa dimiliki, hehehe… =D
Iya bener. Biasanya sih yang punya 4 poin tadi itu, doi juga bakal punya kriteria khusus buat calon istri, poin pertama pasti kudu akhwat, hahaha..
Interpretasi akhwat di mata para ikhwan itu kayak apa sih? Penasaran.
Akhwat = saudara perempuan yg seiman. Hehehe…
Itu pengertian umumnya, dan ada pengertian khusus.
Secara dandanan kayak apa? Jilbab lebar dengan kaos kaki?
Dandanannya ya yang sesuai syariat: tidak tipis, tidak ketat, tidak transparan, menutup aurot, tidak tasyabbuh.
Kalo kayak aku yang meski ke mana-mana pake kaos kaki dan jilbabnya syar’i tetap gak bisa dibilang akhwat? Karena masih pake jeans.
Eneng bisa kok dibilang akhwat, karena Eneng kan muslimah. =3
Ok lah Saya mah udah pasti diblacklist dari daftar ikhwan, Saya cari yang laki-laki yang penting sholih saja lah..
Ya jangan begitu dong. Jangan berputus asa. Kan semuanya ada prosesnya. Kan Eneng gak akan berhenti hanya sampai di sini, tapi tetap terus maju. Kan?
Intinya sih kalian yah (ikhwan-akhwat) itu mengkotak-kotakkan siapa-siapa yang pantas dengan kalian…
Neng, yang disebut akhwat dalam definisi khusus itu bukan cuma sekadar karena tampilan busana. Hmm, dan kesimpulan Neng itu juga tidak tepat Neng.
Dari mana aja boleh lah, Tadz..
Yang disebut ikhwan dan akhwat dalam pengertian khusus itu (sejauh pemahaman saya) adalah saudara-saudara seiman yang terus berupaya memperbaiki dirinya dengan tarbiyah Islamiyah, mendalami Islam dan berusaha dengan sadar mendakwahkannya. Nah mereka diikat dalam tali persaudaraan (ukhuwah) dalam dakwah (makanya yang laki-laki disebut ikhwan/saudara laki-laki, dan yang perempuan disebut akhwat/saudara perempuan – red.). Maka orientasi dalam segala sisi hidupnya adalah untuk dakwah. Termasuk menikah pun untuk dakwah. Lanjut?
Nah, Saya perlu sebutkan maratibul ‘amal / tahapan amal dalam dakwah. Pernah dengar?
2. takwinul baitul muslim
Erat sekali. Btw, perlu diterjemahin gak tu?
Iya atuh ih, Saya kan awam soal itu.
Baiklah Neng, kalau diterjemahkan:
2. membangun keluarga muslim
3. memperbaiki masyarakat
7. Islam menjadi guru seluruh alam
Nah… Target terakhir amal dakwah kan menjadikan Islam sebagai ustadziyatul alam dimana Islam berjaya di dunia dan tidak ada fitnah lagi di muka bumi. (saat itu bumi mencapai kehidupan yang aman, damai, adil, makmur, sejahtera – red.)
Itu diawali oleh tahap-tahap sebelumnya. Mulai dari perbaikan diri dengan tarbiyah (pembinaan/pendidikan) dengan segala sarananya.
Setelah itu memperluas orbit dengan mulai membentuk keluarga muslim, yaitu memperbaiki keluarga kita (ortu, saudara) sehingga keluarga kita memiliki nilai-nilai Islam, dan juga termasuk ketika membangun keluarga sendiri (dengan istri/suami).
Nah, apa tujuan pernikahan dalam dakwah? Coba jawab Neng!
Biar bisa dakwah bareng-bareng dan melahirkan generasi Islam juga yang baik. Gitu kali yah?
Betuul! Seratus buat si Eneng mah. Yup, jadi seperti dalam pelajaran biologi, bahwa perkembangbiakan itu untuk mempertahankan jenisnya, hehehe..
Nah, pernikahan itu juga untuk mempertahankan jenisnya agar da’i-da’i itu tidak punah.
Artinya, membangun generasi muslim berikutnya yang akan meneruskan estafeta dakwah.
Iya, kayaknya pernah dapet materi kayak gini waktu liqo (di SMA – red.) dulu.
^-^ Nah, bila keluarga muslim sudah terbangun, nanti bisa memperbaiki maysarakat dan seterusnya. Dan… anak-anak mereka nanti bisa diharapkan untuk dapat menjadi penerus perjuangan. Nah!
=D Untuk bisa memiliki harapan dapat menghasilkan generasi yang baik… dimulai sejak sebelum nikah.., yaitu memilih pasangan yang terbaik.
Itu pertanyaan buat Eneng, soalnya ada “sih”-nya.
Ouh, hahahha.. Hmmm.. tapi, tapi bingung =P
Coba… salah satu tugas suami kan mendidik dan mengarahkan istri, berarti kan kudu nyari suami yang terbaik?
Iya BETULLLLLLLLLLL. Klo istrinya udah pinter?
Terus, tugas istri adalah ngedidik anak (sebagai pelaku yang utama, meski suami juga punya peran itu), makanya harus nyari istri yang terbaik. Orang tidak cukup hanya pinter, tapi juga istiqomah/terjaga. Karena iman itu kadang naik, kadang turun.
Iya, suka futur gitu yah Mas?
Boleh jadi. Makanya kudu bisa saling menjaga. Maka, kedua pasangan harusnya kufu’.
Iya iya, jadi memang kudu nyari yg sekufu ya kan?
Itu idealnya. Meski ada kisah-kisah luar biasa (sebagai perkecualian – red.).
Nggak boleh yah klo suaminya sholih istrinya masih error waktu pertama nikah?
Dikhawatirkan suaminya justru terpengaruh dan …. terjadi degradasi kualitas.
Karena antara kecenderungan positif dan negatif, biasanya lebih kuat negatifnya.
Melihat pasangannya rajin, gak mudah bisa ikut rajin. Tapi klo liat pasangan males, gampang aja tertular males.
Eh tapi lupa yah, kan klo uda cinta mah pasti mau-mau aja tau buat ketularan rajinnya sama pasangan? =P
Itu kalau di awal-awal pernikahan mungkin aja. Tapi kalau sudah agak lama… ehmm saya gak yakin bisa bertahan.
Iya juga yahhhh..? Bisa-bisa suaminya minta poligami sama akhwat, hahaha…
Ehm, ok fine!! Nawaitu dech mau perbaikin diri, … =D
Begitulah. Dalam urusan mencari pasangan hidup memang harus pilih-pilih, kata orang Jawa sih harus sesuai bibit, bobot lan bebete. Bukan bermaksud mengkotak-kotakkan. Namun di balik itu semua ada tujuan untuk mendapatkan kebaikan di dunia maupun akhirat. Kalau kita dapat yang baik, kan yang untung kita sendiri. Ya kan?
.;;sumber tulisan: bangcahyo.wordpress.com;;.