TPAKU SAYANG TPAKU TIDAK MALANG

Fenomena yang sering kita temui dalam kegiatan perTPA-an adalah semakin sedikitnya jumlah santri atau semakin sedikitnya SDM yang mengelola TPA atau bahkan dua duanya, sehingga membuat TPA seperti lampu yang kehabisan minyak...

MENGENAL MAKANAN HARAM

Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi makanan haram. Rasulullah bersabda: “Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda: ” Sesungguhnya Allah baik tidak menerima kecuali hal-hal yang baik,...

KALAU TIDAK KE TPA/TPQ, KE MANA ANAK ANDA MAU BELAJAR AL QUR’AN ??

Orang tua mana yang tidak bangga jika kita memiliki anak sholeh/ah yang taat pada Allah dan berbakti pada kedua orang tuanya. Tapi sayangnya mendidik anak agar menjadi anak sholeh/ah bukan pekerjaan mudah bagi orang tua saat ini.

KAMUS BAHASA ARAB-INDONESIA PORTABLE: AL-MUFID

Al Mufid adalah sebuah program kamus Arab –> Indonesia untuk sistem operasi Windows. Al Mufid memiliki tampilan yang sederhana, mudah digunakan dan dimengerti, dilengkapi dengan sebuah virtual keyboard arab dan latin yang disusun secara alpabetik...

APLIKASI TAJWID, CARA MUDAH MEMBACA AL QUR'AN

Kelebihan dari aplikasi ini adalah adanya tulisan arab sebagai contoh dari penerapan tajwid tersebut, disertai juga dengan suara yang menambah pemahaman kita tentang ilmu tajwid dan pengucapan yang benar akan makhrojul hurufnya.

1 tamparan untuk 3 pertanyaan

Ada seorang pemuda yang lama sekolah di luar negeri, Dan ia kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang guru agama, kiyai atau siapa saja yang bisa menjawab 3 pertanyaannya. Akhirnya orang tua pemuda itu mendapatkan orang tersebut, yaitu seorang kiyai.

Pemuda berkata dengan sombongnya: Anda siapa !!!!!.......Dan apakah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya?

Kiyai : Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya insyaallah saya akan menjawab pertanyaan anda........

Pemuda itu berkata lagi : Anda yakin??????........... Sedangkan Profesor dan ramai orang yang pintar tidak mampu menjawab pertanyaan saya.(lagi-lagi dengan sombongnya)

Dan Kiyai itu menjawab :Insyaallah Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.........

Pemuda itu mulai bertanya tentang apa yang akan ia tanyakan
Pemuda : Saya ada 3 pertanyaan.......
(yang pertama).Kalau memang Tuhan itu ada,tunjukan wujud Tuhan kepada saya!!!
(kedua) .Apakah yang dinamakan takdir.....???
(yang ketiga) .Kalau syaitan diciptakan dari api.... kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api,..... tentu tidak menyakitkan buat syaitan ....??. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu? (astafirullah)

Tiba-tiba kyai tersebut menampar pipi pemuda tadi dengan keras...PLAAKK!!

Pemuda itu dengan keheranan bertanya sambil menahan rasa sakit ; Kenapa anda marah kepada saya....???
Kiyaipun menjawab : Saya tidak marah......Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.

Pemuda (dengan keheranan ia berkata) : Saya sungguh-sungguh tidak mengerti......

Kiyai itu menerangkan sambil bertanya : Bagaimana rasanya tamparan saya?

Pemuda : Tentu saja saya merasakan sakit.(jawab pemuda itu).

Kiyai : Jadi anda percaya bahawa sakit itu ada.....???

Pemuda : Ya!

Kiyai : Tunjukan pada saya wujud sakit itu!!

Pemuda : Saya tidak bisa.

Kiyai : Itulah jawaban pertanyaan pertama...kita semua merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.

Kiyai : Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?

Jawab Pemuda : Tidak.

Kiyai : Apakah pernah terfikir oleh anda akan menerima tamparan dari saya hari ini?

Pemuda : Tidak.

Kiyai : Itulah yang dinamakan takdir.

Kiyai : Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?

Pemuda : Kulit (jawabnya)

Kiyai : Terbuat dari apa pipi anda?

Pemuda menjawab : Kulit....

Kiyai : Bagaimana rasanya tamparan saya?

Pemuda : Sakit.

Kiyai : Walaupun syaitan dijadikan dari api dan neraka juga terbuat dari api, jika Tuhan menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk syaitan.........

(Semoga bisa mengambil hikmahnya)

Adab-Adab Berdoa


Allah Ta’ala berfirman:
إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاء خَفِيًّا
“Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.” (QS. Maryam: 3)
Allah Ta’ala berfirman:
ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
(Q“Berdoalah kepada Rabb kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf: 55)
Dari Aisyah -radhiallahu ‘anha- dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَحِبُّ الْجَوَامِعَ مِنْ الدُّعَاءِ وَيَدَعُ مَا سِوَى ذَلِكَ
“Rasulullah -shallallahu wa’alaihi wa sallam- menyukai doa-doa yang singkat tapi padat maknanya, dan meninggalkan selain itu.” (HR. Abu Daud no. 1482 dan An-Nawawi berkata dalam Riyadh Ash-Shalihin no. 431, “Sanadnya baik.”)
Dari Jabir bin Abdillah  dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
لَا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لَا تُوَافِقُوا مِنْ اللَّهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ
“Janganlah kalian mendoakan keburukan pada diri kalian, jangan mendoakan keburukan pada anak-anak kalian, dan jangan mendoakan keburukan pada harta-harta kalian. Jangan sampai doa kalian bertepatan dengan saat dikabulkannya doa dari Allah lalu Dia akan mengabulkan doa kalian.” (HR. Muslim no. 3009)
Dari Abu Hurairah  bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلَا يَقُلْ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ وَلَكِنْ لِيَعْزِمْ الْمَسْأَلَةَ وَلْيُعَظِّمْ الرَّغْبَةَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَتَعَاظَمُهُ شَيْءٌ أَعْطَاهُ
“Jika salah seorang dari kalian berdoa maka janganlah sekali-kali dia berkata, “Ya Allah ampunilah aku jika Engkau kehendaki.” Akan tetapi hendaklah dia memastikan apa yang dia minta dan hendaknya dia memperbesar pengharapannya, karena Allah -Azza wa Jalla- sama sekali tidak pernah menganggap besar sesuatu yang Dia berikan.” (HR. Al-Bukhari no. 6339 dan Muslim no. 2678)

Penjelasan ringkas:
Dari dalil-dalil di atas kita bisa memetik beberapa perkara yang menjadi adab dalam berdoa:
1.    Merendahkan suara ketika berdoa, tidak di dalam hati tapi juga tidak menjaharkannya. Karena hal itu bisa membantu dia untuk khusyu’ dan sekaligus menunjukkan ketundukan dan kerendahan dia di hadapan Allah Ta’ala.

2.    Tadharru’ (merendah) kepada Allah ketika berdoa kepada-Nya.
Ad-Dhara’ah (asal kata tadharru’, pent.) bermakna menghinakan diri, tunduk, dan mengharap. Dikatakan: ضَرَعَ – يَضْرَعُ – ضَرَاعَةُmaknanya tunduk, menghinakan diri, dan merendahkan diri. Dia tadharru’ kepada Allah maksudnya dia  berharap kepada-Nya. (Lihat Al-Mishbah Al-Munir hal. 361)
Allah Ta’ala berfirman, “Kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 42-42)

3.    Menggunakan kalimat-kalimat yang jami’ dalam berdoa, yakni yang lafazhnya ringkas akan tetapi makna yang terkandung di dalamnya sangat dalam lagi sangat luas. Karenanya sudah sepantasnya seseorang itu berdoa dengan doa-doa yang Nabi -alaihishshalatu wassalam- pernah berdoa dengannya, karena beliaulah pemilik al-jawami’ al-kalim (kata-kata yang jami’).
4.    Tidak mendoakan kejelekan untuk diri, keluarga, dan harta benda, karena mungkin saja Allah Ta’ala akan mengabulkannya.
5.    Memastikan permintaannya dan tidak mengembalikannya kepada masyi`ah (kehendak) Allah, karena hal itu menunjukkan kurang perhatiannya dia kepada doanya dan dia tidak terlalu berharap kalau Allah akan mengabulkan doanya.
6.    Betul-betul meminta (arab: al-ilhah) kepada Allah ketika berdoa.
Al-Ilhah maknanya mendatangi sesuatu dan komitmen berada di atasnya. Dari Anas bin Malik -radhiallahu anhu- secara marfu’,“Tetaplah kalian berdoa dengan ‘Wahai Yang Maha Mulia lagi Maha Pemurah.” (HR. At-Tirmizi no. 3773-3775 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmizi: 3/172)
Maka hendaknya seorang hamba memperbanyak doa dan sering mengulang-ulanginya. Dia terus-menerus meminta kepada Allah dengan mengulang-ulangi penyebutan rububiah-Nya, uluhiah-Nya, serta nama-nama dan sifat-sifatNya. Itu merupakan sebab terbesar dikabulkannya doa, sebagaimana yang Nabi -shallallahu alaihi wasallam- sebutkan, “Seseorang yang letih dalam perjalanannya, rambutnya berantakan, dan kakinya berpasir, seraya dia menengadahkan kedua tanganya ke langit dan berkata, “Wahai Rabbku, wahai Rabbku,” sampai akhir hadits (HR. Muslim no. 1015) dan hadits ini menunjukkan adanya ilhah dalam berdoa.

Berikut beberapa adab lainnya yang tidak tersebut dalam semua dalil di atas:
1.    Memulai dengan memuji Allah lalu bershalawat kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, dan juga menutup doanya dengan ini.
Dari Fudhalah bin Ubaid -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- mendengar seorang lelaki berdoa di dalam shalatnya, dia tidak memuji Allah Ta’ala dan juga tidak bershalawat kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-. Maka Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Orang ini tergesa-gesa,” kemudian beliau memanggil orang itu lalu beliau berkata kepadanya atau kepada selainnya, “Jika salah seorang di antara kalian berdoa maka hendaknya dia memulainya dengan memuji dan menyanjung Allah, kemudian dia bershalawat kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, kemudian setelah itu baru dia berdoa sesukanya.” (HR. Abu Daud: 2/77 no. 1481 dan At-Tirmizi: 5/516 no. 2477. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud no. 1314 dan Shahih At-Tirmizi no. 2767.)

2.    Senantiasa berdoa kepada Allah baik dalam keadaan lapang maupun dalam kesulitan.
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Barangsiapa yang mau doanya dikabulkan oleh Allah ketika dia mendapatkan syada`id (kesusahan) dan al-kurab (kesulitan), maka hendaknya dia memperbanyak berdoa ketika dia lapang.” (HR. At-Tirmizi no. 3382 dan Al-Hakim: 1/544. Hadits ini juga dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmiz: 3/140, dan lihat juga Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 593)

3.    Bertawassul kepada Allah Ta’ala dengan salah satu atau semua jenis-jenis tawassul yang disyariatkan, yaitu: Tawassul dengan menggunakan nama-nama dan sifat-sifat Allah, tawassul dengan amalan saleh, dan tawassul dengan perantaraan doa orang saleh yang masih hidup. Dan bukan di sini tempatnya membahas tentang tawassul.
4.    Tidak memaksakan diri dalam memperindah lafazh (sajak) doa (arab: as-saja’).
Dari Ibnu Abbas beliau berkata, “Jauhilah as-saja’ dalam berdoa, karena sesungguhnya aku mendapati Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- dan para sahabatnya tidak melakukan kecuali itu -yakni: Mereka tidak melakukan kecuali menjauhi hal itu-.” (HR. Al-Bukhari no. 6337)

5.    Mengulangi doa sebanyak tiga kali.
Dalil dalam masalah ini cukup banyak, di antaranya adalah ucapan Ibnu Mas’ud bahwa Nabi -alaihishshalatu wassalam- mengangkat kepalanya kemudian berdoa, “Ya Allah binasakanlah Quraisy,”sebanyak tiga kali. (HR. Al-Bukhari no. 240 dan Muslim no. 1794)

6.    Menghadap ke arah kiblat.
Dari Badr bin Zaid dia berkata, “Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pernah keluar ke lapangan ini untuk meminta hujan, maka beliau berdoa dan shalat istisqa`, kemudian beliau menghadap ke kiblat dan membalik kain yang beliau pakai.” (HR. Al-Bukhari -dan ini adalah lafazhnya- no. 6343)

7.    Mengangkat kedua tangan ketika berdoa.
Dari Salman -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Sesungguhnya Rabb kalian -Tabaraka wa Ta’ala- Maha Malu lagi Maha Pemurah kepada hamba-Nya, Dia malu kepada hamba-Nya tatkala dia mengangkat kedua tangannya kepada-Nya lantas Dia mengembalikannya dalam keadaan kosong.”(HR. Abu Daud no. 1488, At-Tirmizi: 5/ 557, dan selain keduanya. Ibnu Hajar berkata, “Sanadnya jayyid,” dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmizi: 3/179)

8.    Berwudhu sebelum berdoa, jika memungkinkan.
Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari  bawa Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- meminta air lalu berwudhu kemudian beliau mengangkat kedua tangannya lalu berdoa, “Ya Allah, ampunilah Ubaid Abu Amir.” (HR. Al-Bukhari: 5/101 dan Muslim: 4/1943. Lihat Al-Fath: 8/42,)

9.    Menangis ketika berdoa karena takut kepada Allah Ta’ala.
10.    Jika dia mendoakan orang lain maka hendaknya dia mulai dengan mendoakan dirinya sendiri.
Dari Ubay bin Ka’ab -radhiallahu anhu- dia berkata, “Jika Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- menyebut seseorang lalu mendoakannya, maka beliau mulai dengan mendoakan diri beliau sendiri.” (HR. At-Tirmizi: 5/463) Hanya saja juga telah shahih riwayat bahwa beliau -shallallahu alaihi wasallam- tidak memulai dengan diri beliau sendiri, seperti pada doa beliau untuk Anas, Ibnu Abbas, dan ibunya Ismail -radhiallahu anhum-. (Lihat: Syarh Shahih Muslim: 15/144, Fath Al-Bari: 1/218, dan Tuhfah Al-Ahwadzi Syarh Sunan At-Tirmizi: 9/328)

11.    Dan tentu saja dia tidak meminta kecuali hanya kepada Allah semata.
Dari Ibnu Abbas -radhiallahu anhuma- dia berkata: Saya pernah berada di belakang Nabi -shallallahu alaihi wasallam- lalu beliau bersabda, “Wahai anak kecil, sesungguhnya saya akan mengajarkan kepadamu beberapa ucapan: Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya kamu akan mendapati Dia berada di depanmu. Jika kamu meminta maka mintalah hanya kepada Allah, dan jika kamu meminta pertolongan maka mintalah pertolongan hanya kepada Allah.” (HR. At-Tirmizi: 4/667 dan Ahmad: 1/293. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmizi: 2/309)

--artikel diambil dari sini---


Pertanyaan-pertanyaan seputar adab berdoa:
Assalamu’alaykum…
Semoga Alloh meneguhkan kita pada jalan yang hak ini, manhaj salafiy. Amiin…
1. Ustadz, katanya ada hadits atau sunnah (wallohu’alam) yang menyatakan kurang lebih bermakna bahwa membiasakan berdoa dengan mengangkat kedua tangan adalah sebuah kekeliruan, dan hendaknya kita tidak membiasakan hal tersebut, artinya jika sesekali menggangkat kedua tangan dalam berdoa tidak mengapa. jika itu benar adanya, waktu kita memohon apa? seharusnya kita mengangkat tangan. Namun jika itu tidak benar adanya, maka saya kembali kepada hadits yang ustadz sampaikan.
2. Rasululloh menyatakan bahwa waktu atau saat yang paling dekat seorang hamba dengan Kholiq nya adalah ketika sujud dalam sholat. Bagaimana cara kita berdoa dalam sujud? apakah di dalam hati atau dibaca dan bagaimana jika dalam bahasa indonesia atau daerah kita?
Jazakallohu khoiron
Waalaikumussalam warahmatullah.
Allahumma amin.
1. Kami tidak pernah mendengar sunnah atau hadits semacam itu, tapi yang jelas itu keliru. Hal itukarena para ulama menyatakan bahwa hadits-hadits yang menunjukkan disyariatkannya mengangkat kedua tangan ketika berdoa telah mencapai derajat mutawatir maknawi.
2. Barakallahu fiik. Berdoa itu ya dengan diucapkan, kalau di dalam hati bukan berdoa namanya akan tetapi harapan.
Kemudian, sujud itu bisa dilakukan dalam shalat dan bisa juga di luar shalat. Satu hal yang menjadi persamaan antara kedua jenis sujud ini adalah tidak boleh membaca Al-Qur`an di dalamnya. Jadi lafazh doanya tidak boleh berasal dari AL-Qur`an. Dengan dalil hadits Ibnu Abbas:
أَلَا وَإِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا فَأَمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ
“Ketahuilah, aku dilarang untuk membaca al-Qur’an dalam keadaan rukuk atau sujud. Adapun rukuk maka agungkanlah Rabb azza wa jalla, sedangkan sujud, maka berusahalah bersungguh-sungguh dalam doa, sehingga layak dikabulkan untukmu.” (HR. Muslim)
Adapun dari sisi bahasan, maka jika sujudnya di luar shalat maka boleh dengan menggunakan bahasa apa saja, tapi jika di dalam shalat maka harus dengan menggunakan bahasa Arab.
-----------------------------------------------------------------
1. jadi tidak apa ya ustadz berdoa sambil sujud diluar shalat ya ustadz?
2. manakah yang lebih afdhol untuk berdoa, duduk menghadap kiblat sambil mengangkat kedua tangan atau sujud mnghadap kiblat? dan apakah adab-adabnya sama ustadz? disatu sisi bahwa Rasululloh menyatakan bahwa waktu atau saat yang paling dekat seorang hamba dengan Kholiq nya adalah ketika sujud dalam sholat.
3. Apakah boleh ustadz saat sujud dalam sholat saya mempunyai harapan didalam hati saya kepada Alloh? karena seperti yang ustadz sampaikan bahwa itu bukan doa tetapi harapan.
Jazakallohu khoiron
Pertanyaan 1 & 3, jawabanya boleh.
Memang sujud dan angkat tangan tidak bisa dipadukan, maka silakan dia memilih salah satunya. Semakin banyak adab yang bisa dia lakukan maka insya Allah semakin besar peluang doanya akan dikabulkan.
-----------------------------------------------------------------

Assalamu’alaikum…
Ustd,apakah ketika kita brdoa(dg bhs arab)saat sujud dlm sholat,boleh menurut kehendak/kemauan kita,jika boleh apakah tdk membatalkan sholat,krn mengucapkan bacaan/doa,selain bacaan sholat,atau harus sesuai dg doa yg di ajarkan oleh rosululloh,krn sepengetahuan saya(walluhua’lam)rosulullah hanya mengajarkan doa2 di saat tasyahud akhir…Jazakumullah khairan…

Selain saat tasyahud, disyariatkan juga berdoa di dalam sujud. Dalilnya telah kami sebutkan pada komentar pertama di sini. Justru pada tasyahud terakhir Nabi -shallallahu alaihi wasallam- menyuruh kita untuk berdoa sekendak kita, sebagaimana yang ditunjukkan dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim. Walaupun ada khilaf dalam masalah ini, wallahu a’lam.
Hanya saja tentunya lebih utama jika dia memilih salah satu dari doa yang disebutkan dalam hadits2 yang shahih, apalagi jika apa yang dia ingin minta itu ada lafazhnya di dalam hadits yang shahih, maka hendaknya dia tidak perlu membuat doa sendiri akan tetapi hendaknya terbatas dengan doa dalam hadits tersebut.
Asy-Syaikh Al-Albani di Sifat Shalat Nabi hal. 183 menyebutkan 10 doa yang shahih yang bisa dipilih salah satunya.

------------------------------------------------------------------

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ustadz hafizhakallah, bgm dgn doa sesudah azan/wudhu, msk/keluar masjid/WC, doa jima’, dll kita mengangkat tangan juga? Barokallahu fikum
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
Ala kulli hal, kami sudah ingatkan harusnya membedakan antara doa dan zikir. Kalau memang dia berupa doa maka tidak mengapa dia mengangkat tangan. Jika dia berupa zikir, misalnya yang orang katakan doa mau makan, “Bismillah” atau doa setelah wudhu, “Asyhadu alla Ilaha illallah ….” Kedua lafazh ini bukanlah doa akan tetapi zikir, karenanya tidak disyariatkan angkat tangan. Bedakan antara keduanya, dan ana kira antum cukup pintar untuk tidak mempertanyakan doa per doa, mana yang doa dan mana yang zikir.


===================############===================


Kiat Menjaga Sholat 5 Waktu Tetap Khusyu'

 Manusia memang boleh berharap dan berencana tentang apa saja dalam kehidupan di dunia ini. Tetapi Allah jualah yang menentukan hasil akhirnya. Ini berlaku bagi siapa saja. Betapa pada seluruh harapan yang kita usahakan, harus ada ruang yang kita sediakan untuk Allah. Sebuah ruang gelap berupa kehendak Allah, yang berada di luar kuasa kita. Di ruang ini, kita hanya bisa menyikapi dengan cara berdo’a, berharap dan bertawakal kepada-Nya. Di ruang ini pula, setiap orang harus menutup semua gelora optimisnya pada setiap ikhtiar yang dilakukan dengan kata “semoga” atau “mudah-mudahan”. Persis seperti seorang ibu yang melepas anaknya ke ruang ujian. Ia tahu anaknya sudah rajin belajar. Tetapi ia harus tetap mengatakan,”Mudah-mudahan engkau berhasil, Nak!”
Ya … seorang mukmin yang meyakini Allah sebagai Tuhannya, juga harus meyakini bahwa Dia pula yang menentukan usia, rezeki, jodoh dan segala ketetapan lain atas dirinya, termasuk datangnya musibah atau kekecewaan. Di sini kita harus belajar bahwa sebagai manusia kita bukan segala-galanya. Bahkan dengan teknologi canggih yang terus berkembang sekalipun tetap ada titik lemahnya. Subhaanallah …
Saudaraku,
Orang bijak berkata bahwa hidup adalah rangkaian ikhtiar demi ikhtiar yang tak selalu berujung dengan kesenangan atau keberhasilan. Karena perjalanan hidup memang tidak selalu mulus, sesuai dengan harapan kita. Hidup itu sendiri merupakan perpindahan dari satu masalah ke masalah lain. Dunia dengan segala godaannya yang memikat hati adalah tempat masalah, tempat iman kita diuji dengan derita atau bahagia, dengan kebaikan atau keburukan, hingga Allah mengetahui siapa yang benar-benar berjihad dan bersabar di jalan-Nya (QS. 47: 31) serta siapa yang terbaik amalnya (QS. 67: 2). Allah pun telah berfirman:
Apakah kamu mengira akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan), sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: Bilakah datangnya pertongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”(QS. 2: 214)
Yang harus kita yakini adalah Allah tak akan membebani seseorang di luar batas kesanggupannya (QS. 2: 286). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam pun bersabda:
“Seseorang diberi cobaan menurut kadar kekuatan dien yang dimilikinya. Semakin kuat diennya semakin kuat pula cobaannya dan bila diennya melemah, melemah pula cobaannya. Ujian berjalan seiring dengan kadar diennya.” (HR. Bukhari , Ahmad dan Turmudzi)
Saudaraku,
Sebagai manusia biasa, mungkin kita pernah mengalami saat-saat “koma” dalam kehidupan. Saat kita merasa tak kuat lagi menahan beban masalah. Bara semangat di hati kita hampir padam. Kita merasa lemah, lunglai dan lelah menyusuri liku-liku kehidupan yang seolah tak berujung, tanpa ada kepastian. Kita berada di titik kritis dan berharap seseorang akan menarik kita dari keterpurukan. Tetapi … hanya kekecewaan yang kita telan untuk kesekian kalinya. Kita tetap “sendiri” menggapai-gapai “kesepian” di tengah keramaian.
Namun di balik puncak kegentingan, di kala kita merasa sangat tak berdaya dihempas “topan”, biasanya kepasrahan total atau ketergantungan tulus lahir dan bathin yang diberikan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di saat seperti inilah kita harus menyadari bahwa kita sangat membutuhkan pertolongan Allah yakni dengan bermunajat kepada-Nya dengan cara-cara yang disyariatkan-Nya yakni ibadah sholat!
Shalat adalah ibadah utama seorang muslim. Baik buruknya shalat seseorang akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan akhiratnya. Namun di masa kini, betapa banyak orang yang tidak mengerjakan amalan ini. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang memang malas untuk mengerjakan shalat, tidak tahu pentingnya shalat dan tersibukkan dengan urusan dunia. Uraian berikut mencoba untuk membimbing seseorang dapat melakukan sholat dengan khusyu’ dan sabar. Insya Allah.
Anjuran, bimbingan, dan arahan tentu dibutuhkan sepanjang perjalanan hidup anak manusia agar dia menjadi orang yang beruntung di dunia dan akherat. Di antaranya adalah anjuran untuk menjalankan ibadah badaniyah terbesar, yakni SHOLAT! Inilah yang dilakukan sosok teladan bagi para orang tua, Luqman Al-Hakim, ketika menyampaikan wasiat kepada anaknya:
“Wahai anakku, dirikanlah shalat…” (Luqman: 17)
Yang dimaksud mendirikan sholat adalah menunaikan shalat dengan seluruh batasan, kewajiban, dan waktu-waktunya (Tafsir Ibnu Katsir, 6/194)
Inilah tanggung jawab yang harus ditunaikan kepada keluarga, sebagai perwujudan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Perintahkanlah keluargamu untuk menunaikan shalat dan bersabarlah atasnya.” (Thaha: 132)
Keluarga adalah siapa pun yang ada dalam sebuah rumah tangga, baik istri, putra-putri, bibi, ataupun ibu. (Syarh Riyadhush Shalihin, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, 2/119)
Mereka dianjurkan untuk menunaikan shalat dan didorong untuk menjalankan shalat, baik shalat fardhu maupun nafilah (shalat sunnah). Sementara memerintahkan pada sesuatu berarti memerintahkan pada seluruh perkara yang dapat menyempurnakan sesuatu itu. Demikian pula perintah untuk shalat. Berarti mengajarkan pula hal-hal yang dapat memperbagus shalat, mengetahui hal-hal yang dapat merusak sholat maupun menyempurnakannya.
Juga bersabar dalam menegakkan shalat dengan seluruh batasan, rukun, adab, dan khusyu’ dalam shalat, karena hal ini terasa berat bagi jiwa. Akan tetapi, jiwa ini harus dipaksa dan diperangi untuk menjalankannya, diiringi pula senantiasa oleh kesabaran, karena bila seorang hamba menegakkan shalat sesuai dengan apa yang diperintahkan ini, maka dia akan lebih menjaga dan menegakkan perkara agama yang lainnya. Sebaliknya, bila seorang hamba menyia-nyiakan shalatnya, maka dia akan lebih menyia-nyiakan perkara agama yang lainnya. (Taisirul Karimir Rahman hal. 517)
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (Al-‘Ankabut: 45)
Al-Fahsyaa’ dalam ayat ini meliputi seluruh kemaksiatan yang diingkari dan dianggap kotor serta disukai oleh hawa nafsu. Sementara Al-Mungkar mencakup seluruh perbuatan maksiat yang diingkari oleh akal dan fitrah.
Seorang hamba yang senantiasa menunaikan shalat dengan menyempurnakan rukun-rukun, syarat-syarat dan khusyu’ di dalamnya, akan beroleh cahaya di kalbunya, bersih hatinya, bertambah iman, takwa dan kecintaannya terhadap kebaikan, akan berkurang atau bahkan hilang keinginannya terhadap kejelekan. Dengan begitu, kesinambungan dan penjagaannya terhadap shalat dengan cara seperti ini akan mencegahnya dari segala perbuatan keji dan mungkar. Inilah di antara tujuan terbesar dan buah yang dipetik dari shalat.
Sementara itu, di dalam ibadah shalat terdapat maksud yang lebih agung dan lebih besar, yaitu dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kalbu (hati), lisan dan badan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan hamba-hamba-Nya, dan ibadah paling utama yang dilakukan oleh para hamba adalah shalat, di dalamnya terkandung ibadah seluruh anggota badan yang tidak terdapat pada ibadah selainnya. (Taisirul Karimir Rahman hal. 632)
Keutamaan lain yang bakal diperoleh seorang hamba dengan shalatnya digambarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak perkataan beliau. Di antaranya yang disampaikan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Bagaimana menurut kalian, bila ada sebuah sungai besar di depan pintu salah seorang dari kalian yang dia mandi di dalamnya lima kali dalam sehari, apakah ada dakinya yang tertinggal?’ Para shahabat menjawab: ‘Tidak akan tertinggal dakinya sedikit pun.’ Beliau pun berkata: ‘Demikian permisalan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan’.” (HR. Al-Bukhari no. 528 dan Muslim no. 668)
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu juga mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Shalat lima waktu, shalat Jum’at ke shalat Jum’at berikutnya, merupakan penggugur bagi dosa yang ada di antaranya selama tidak dilakukan dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 233)

‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu menyampaikan pula:
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang muslim yang didatangi waktu shalat wajib, lalu dia memperbagus wudhu’nya, khusyu’nya dan ruku’nya, kecuali shalatnya akan menjadi penggugur bagi dosa-dosanya yang lalu selama tidak melakukan dosa-dosa besar dan ini terus berlangsung sepanjang masa.” (HR. Muslim no. 228)
Hal yang tak boleh luput dari pengajaran shalat adalah masalah khusyu’. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Beruntunglah orang-orang yang beriman, yang khusyu’ di dalam shalat mereka.” (Al-Mukminun: 1-2)
Khusyu’nya seorang hamba dalam shalat adalah hadirnya hati di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, merasakan kedekatan dengan-Nya, hingga tenang hati, jiwa dan gerakannya, hampir-hampir tidak berpaling dari-Nya, dengan sepenuh adab di hadapan Rabbnya, menghadirkan segala yang diucapkan dan dilakukan di dalam shalat, dari awal hingga akhir shalatnya, hingga hilanglah segala bisikan dan pikiran yang hina. Inilah ruh shalat, inilah yang diinginkan dalam shalat seorang hamba, dan inilah yang diwajibkan atas seorang hamba. Oleh karena itu, shalat tanpa khusyu’ dan tanpa disertai hadirnya hati, walaupun mencukupi untuk menggugurkan kewajiban dan mendapatkan pahala, namun sesungguhnya pahala itu sesuai dengan apa yang ada dalam hatinya. (Taisirul Karimir Rahman hal. 547-548)
Berikut ini adalah TIPS agar shalat kita menjadi khusyu’ dan konsiten dalam mengerjakannya, insya Allah:
 Untuk mendapatkan shalat yang khusyu’ perlu adanya persiapan-persiapan, sedangkan persiapan yang dimaksud adalah persiapan bathin dan persiapan fisik beserta sarana-sarananya.
 Persiapan bathin diantaranya:
1. Menghadirkan dalam hati untuk apa kita ada di dunia. Kita hidup di dunia yakni untuk beribadah kepada Allah Rabb semesta alam. Diantara ibadah yang diperintahkan kepada kita adalah shalat. Maka mengerjakan shalat adalah kewajiban kita sebagai hamba Allah yang wajib ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Kalau kita hendak menghadap Bos (atasan, juragan dll) saja perlu adanya persiapan yang mantap, apalagi kita hendak menghadap Dzat yang menciptakan kita dan seluruh jagat raya. Bagaimana persiapan kita???
2. Hadirkan dalam hati bahwa ibadah shalat adalah ibadah yang pertama kali diwajibkan dan termasuk amal perbuatan manusia yang pertama kali dihisab (diperhitungkan) pada hari kiamat, maka kita akan melaksanakan shalat sebaik-sebaik shalat agar kita termasuk golongan orang-orang yang beruntung.
3. Jika kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada menit-menit berikutnya, apatah lagi kita tidak tahu apakah menit berikutnya kita masih hidup?? Maka hadirkan dalam hati bahwa shalat yang kita kerjakan pada saat ini adalah sebagai shalat terakhir kita di dunia. 
4. Hadirkan dalam hati bahwa perbuatan dosa yang kita lakukan seperti kelalaian dalam menyambut seruan-Nya, kedurhakaan, kufur nikmat dan dosa-dosa lainnya sudah membuncah memenuhi langit dan bumi, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa tersebut kecuali rahmat Allah yang kita harapkan, maka hadirkan dalam hati kita bahwa shalat yang akan kita kerjakan adalah shalat terakhir kita yang diharapkan dapat menghapus dosa-dosa yang pernah kita lakukan.
5. Tanamkan dalam hati bahwa hari-hari setelah kematian kita adalah hari-hari yang sangat mengerikan sebelum datangnya hari kiamat. Hadirkan dalam hati, semoga shalat yang kita kerjakan sebagai amal sholeh yang diterima dan sebagai syafa’at di alam kubur dan di hari kiamat nanti. Apakah sholat kita yang terakhir ini akan kita sia-siakan???? 
6. Dan masih banyak lagi peringatan-peringatan lainnya untuk menyadarkan hati kita agar kita tidak lalai dalam shalat.

 Persiapan fisik beserta sarana-sarananya diantaranya:
1. Perbanyak dzikrullah di waktu-waktu yang luang seperti istighar, tasbih, tahlil, tahmid dll. Baju yang kotor lebih layak untuk dibersihkan, sebelum diberi wewangian atau perhiasan lainnya. Maka jiwa yang berdosa lebih layak untuk memperbanyak taubat dan istighfar agar hati menjadi lunak dan lembut menerima setiap kebenaran yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Diantara kebenaran yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah perintah shalat!
2. Bersihkan tempat dan pakaian kita dari hal-hal yang dapat mengganggu kekhusyukan shalat. Bersih dari najis, suara musik atau suara gaduh, gambar-gambar, patung, minuman khamr dan hal-hal lain yang dapat mengganggu kekhusyukkan shalat.
3. Pahami dan pelajari tentang kaifiyat shalat baik rukun dan syarat-syarat sahnya shalat. Memahami setiap bacaan shalat akan dapat membantu kita dalam melaksanakan shalat yang khusyu’. Bagaimana pendapat kita jika seseorang berkomunikasi di hadapan seorang raja sedangkan ia tidak memahami apa yang ia ucapkan? Dapatkah ia mendapatkan keridhaan raja atau hukuman?
4. Jaga perut agar tidak terlalu kenyang atau lapar. Perut yang kenyang menyebabkan kantuk, sedangkan perut yang lapar akan hilang konsentrasi.
5. Selesaikan segala urusan yang akan menganggu kekhusyukan shalat 1 jam sebelum shalat dimulai atau ditunda terlebih dahulu.
6. Pakailah pakaian atau mukena yang terbaik untuk shalat, yang bersih dari kotoran dan najis serta gambar-gambar yang bernyawa.
7. Kenakan wangi-wangian bagi lelaki sebelum melaksanakan shalat, sedangkan untuk wanita boleh memakai wangi-wangian di dalam rumah. Jika ia hendak keluar rumah untuk melaksanakan shalat berjama’ah maka ada larangan bagi wanita memakai wewangian diluar rumahnya.
8. Berjalan dengan tenang menuju tempat shalat, tidak tergesa-gesa agar denyut nadi dalam keadaan tenang sebelum melaksanakan shalat.
9. Berwudhu’lah dengan tertib dan thuma’minah agar tidak ada anggota wudhu’ yang terlewatkan. Dan jangan lupa berdoa setelah selesai mengerjakan wudhu’.
10. Lakukan shalat di awal waktu, jangan ditunda-tunda. Shalat berjama’ah di masjid lebih utama dikerjakan dibandingkan shalat sendirian di rumah.
11. Berdirilah shalat dengan menghadap sutrah (pembatas shalat) agar shalat kita tidak terputus karena ada sesuatu yang dapat membatalkannya.
12. Mohonlah perlindungan kepada Allah sebelum melakukan shalat dengan membaca ta’awudz.
13. Hadapkan seluruh jiwa raga kita kepada Allah ‘Azza wa Jalla saat kita mengerjakan shalat. Dalam kitab Kasyful Ghitha, hal. 137-138 disebutkan bahwa rahasia, ruh dan inti shalat adalah menghadapkan seluruh jiwa raga kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ka’bah yang merupakan rumah Allah adalah Kiblat bagi wajah dan badan orang yang melakukan shalat. Dan pemilik rumah itu (Ka’bah), yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah kiblat hati dan ruhnya. Allah akan menghadap kepada seorang hamba di dalam shalat selama hamba itu menghadapkan wajah dan hatinya kepada Allah. Jika ia berpaling maka Allah akan berpaling darinya.

 Demikian semestinya yang menjadi perhatian kita, demi mengantarkan diri-diri kita dan keluarga kita ke gerbang kebahagiaan dunia dan akhiratnya dengan selalu menjaga sholat yang khusyu’ serta sabar dalam mengerjakannya. Siapa kiranya yang tak tergiur dengan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak pernah diselisihi-Nya:
“Dan orang-orang yang menjaga shalatnya, mereka itu dimuliakan di dalam surga.” (Al-Ma’arij: 34-35)
Saudaraku,
Kehidupan dunia dengan segala konsekuensinya hanyalah sesuatu yang semu dan belum final. Kesejatian dalam kehidupan hanya dapat dirasakan di akhirat nanti. Di akhiratlah setiap orang akan mendapat balasan yang seadil-adilnya atas segala perbuatannya di dunia dan akan terbukti dengan jelas siapa orang-orang yang mempunyai posisi yang mulia atau hina-dina di hadapan Allah, Al-Aziizul Hakim. Kesadaran ini akan membuat kita dapat menyikapi realitas kehidupan dunia secara wajar dan proporsional. Tak lupa daratan jika harapan menjadi nyata, juga tidak terlalu berduka atau putus asa bila keinginan tak terwujud. Kita pun dapat tetap tersenyum tulus dalam menjalani hari-hari yang kadang sepahit empedu di bumi Allah yang fana ini. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam:
“Barang siapa yang selalu memikirkan akhiratnya, maka Allah akan menjadikan hatinya kaya.” (HR. Turmudzi)
Saudaraku,
Perjalanan hidup di dunia hanyalah sebentar. Tidak akan lama … Semoga kita bisa bertahan dalam menapaki sisa umur kita dengan selalu menjalankan ketaatan kepada-Nya serta menjauhi larangan-Nya.
Saudaraku! Bertahan … dan selalu bertahan serta sabar dalam keimanan hingga selamat di penghujung usia dengan husnul khatimah. Semoga Allah senantiasa mengampuni dan merahmati kita fied dunya wal akhirat. Aamien. Allahumma Aamien.
“Ya Allah… Karuniakan kepada kami keberanian serta kemampuan untuk mengubah apa yang bisa diubah, ketabahan dalam menerima apa yang tidak bisa diubah dan kebijakan untuk membedakan keduanya.”
“Ya Allah… Karuniakan kepada kami ketenangan jiwa, yaqin akan saat perjumpaan dengan-Mu dan ridla dengan segala ketentuan-Mu.”
Wallahu a’lam bishawab.

Cara Mandi Junub

Mandi junub adalah mandi wajib untuk membersihkan diri dari hadats besar dengan mengalirkan air ke seluruh bagian tubuh. Jika tidak mandi junub sementara kita dalam keadaan junub, maka sholat kita tidak sah.

Sebab mandi junub :
1. Keluarnya mani, apakah karena syahwat atau karena sebab yang lainnya. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam dalam sabda beliau sebagai berikut :
(tulis haditsnya di Syarah Shahih Muslim An Nawawi juz 4 hal. 30 hadits ke 81)
Dari Abi Sa’id Al Khudri dari Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam, bahwa beliau bersabda : “Hanyalah air itu (yakni mandi) adalah karena air pula (yakni karena keluar air mani”. HR. Muslim dalam Shahihnya.
Dalam menerangkan hadits ini Al Imam Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf An Nawawi menyatakan : “Dan Ma’nanya ialah : Tidak wajib mandi dengan air, kecuali bila telah keluarnya air yang kental, yaitu mani”.
2. Berhubungan seks, baik keluar mani atau tidak keluar mani. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam dalam sabdanya sebagai berikut :
(tulis haditsnya di Fathul Bari Ibni Hajar jilid 1 hal. 395 hadits ke 291)
Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi sallallahu alaihi waalihi wasallam, bahwa beliau bersabda : “Apabila seorang pria telah duduk diantara empat bagian tubuh permpuan (yakni berhubungan seks) kemudian dia bersungguh-sungguh padanya (yakni memasukkan kemaluannya pada kemaluan perempuan itu), maka sungguh dia telah wajib mandi karenanya”. HR. Bukhari dalam Shahihnya.
3. Berhentinya haid dan nifas (Masalah ini akan dibahas insyaallah dalam rubrik kewanitaan).
4. Mati dalam keadaan Muslim, maka yang hidup wajib memandikannya. (Masalah ini akan dibahas insyaallah dalam topik pembahasan “cara memandikan jenazah”).
Cara menunaikan mandi junub :
Karena menunaikan mandi junub itu adalah termasuk ibadah kepada Allah Ta’ala, maka disamping harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata, juga harus pula dilaksanakan dengan cara dituntunkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam. Dalam hal ini terdapat beberapa riwayat yang memberitakan beberapa cara mandi junub tersebut. Riwayat-riwayat itu adalah sebagai berikut :
1. (tulis hadisnya dalam Sunan Abi Dawud jilid 1 hal. 63 hadits ke 249)
“Dari Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam telah bersabda : Barangsiapa yang meningggalkan bagian tubuh yang harus dialiri air dalam mandi janabat walaupun satu rambut untuk tidak dibasuh dengan air mandi itu, maka akan diperlakukan kepadadanya demikian dan demikian dari api neraka”. HR. Abu Dawud dalam Sunannya hadits ke 249 dan Ibnu Majah dalam Sunannya hadits ke 599. Dan Ibnu Hajar Al Asqalani menshahihkan hadits ini dalam Talkhishul Habir jilid 1 halaman 249.
Dengan demikian kita harus meratakan air ketika mandi janabat ke seluruh tubuh dengan penuh kehati-hatian sehingga dilakukan penyiraman air ketubuh kita itu berkalai-kali dan rata.
2. (tulis haditsnya di Fathul Bari jilid 1 halaman 429 hadits ke 248)
“Dari A’isyah radhiyallahu anha beliau menyatakan : Kebiasaannya Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam apabila mandi junub, beliau memulai dengan mencuci kedua telapak tangannya, kemudian beliau berwudhu’ seperti wudhu’ beliau untuk shalat, kemudian beliau memasukkan jari jemari beliau kedalam air, sehingga beliau menyilang-nyilang dengan jari jemari itu rambut beliau, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh tubuh beliau”. HR. Al Bukhari dalam Shahihnya hadits nomer 248 (Fathul Bari) dan Muslim dalam Shahihnya hadits ke 316. Dalam riwayat Muslim ada tambahan lafadl berbunyi demikian : “Kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh tubuhnya, kemudian mencuci kedua telapak kakinya”.
Jadi dalam mandi junubnya Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam, beliau memasukkan air ke sela-sela rambut beliau dengan jari-jemari beliau. Ini adalah untuk memastikan ratanya air mandi junub itu sampai ke kulit yang ada di balik rambut yang tumbuh di atasnya. Sehingga air mandi junub itu benar-benar mengalir ke seluruh kulit tubuh.
3. (tulis haditsnya di Shahih Muslim Syarh An Nawawi juz 3 hal 556 hadits ke 317)
“Maimunah Ummul Mu’minin menceritakan : Aku dekatkan kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam air mandi beliau untuk janabat. Maka beliau mencuci kedua telapak tangan beliau dua kali atau tiga kali, kemudian beliau memasukkan kedua tangan beliau ke dalam bejana air itu, kemudian beliau mengambil air dari padanya dengan kedua telapak tangan itu untuk kemaluannya dan beliau mencucinya dengan telapak tangan kiri beliau, kemudian setelah itu beliau memukulkan telapak tangan beliau yang kiri itu ke lantai dan menggosoknya dengan lantai itu dengan sekeras-kerasnya. Kemudian setelah itu beliau berwudlu’ dengan cara wudlu’ yang dilakukan untuk shalat. Setelah itu beliau menuangkan air ke atas kepalanya tiga kali tuangan dengan sepenuh telapak tangannya. Kemudian beliau membasuh seluruh bagian tubuhnya. Kemudian beliau bergeser dari tempatnya sehingga beliau mencuci kedua telapak kakinya, kemudian aku bawakan kepada beliau kain handuk, namun beliau menolaknya”. HR. Muslim dalam Shahihnya hadits ke 317 dari Ibnu Abbas.
Dari hadits ini, menunjukkan bahwa setelah membasuh kedua telapak tangan sebagai permulaan amalan mandi junub, maka membasuh kemaluan sampai bersih dengan telapak tangan sebelah kiri dan setelah itu telapak tangan kiri itu digosokkan ke lantai dan baru mulai berwudhu’. Juga dalam riwayat ini ditunjukkan bahwa setelah mandi junub itu, sunnahnya tidak mengeringkan badan dengan kain handuk.
4. (tulis haditsnya di Fathul Bari jilid 1 halaman 372 hadits ke 260)
“Dari Maimun (istri Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam), beliau memberitakan bahwa Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam ketika mandi janabat, beliau mencuci kemaluannya dengan tangannya, kemudian tangannya itu digosokkan ke tembok, kemudian setelah itu beliau mencuci tangannya itu, kemudian beliau berwudlu’ seperti cara wudlu’ beliau untuk shalat. Maka ketika beliau telah selesai dari mandinya, beliau membasuk kedua telapak kakinya”. HR. Bukhari dalam Shahihnya, hadits ke 260.
Dari hadits ini, menunjukkan bahwa menggosokkan telapak tangan kiri setelah mencuci kemaluan dengannya, bisa juga menggosokkannya ke tembok dan tidak harus ke lantai. Juga dalam hadits ini diterangkan bahwa setelah menggosokkan tangan ke tembok itu, tangan tersebut dicuci, baru kemudian berwudlu’.
Penutup Dan Kesimpulan :
Dari berbagai riwayat tersebut di atas kita dapat simpulkan, bahwa cara mandi junub itu adalah sebagai berikut :
1. Mandi junub harus diniatkan ikhlas semata karena Allah Ta’ala dalam rangka menta’atiNya dan beribadah kepadaNya semata.
2. Dalam mandi junub, harus dipastikan bahwa air telah mengenai seluruh tubuh sampaipun kulit yang ada di balik rambut yang tumbuh di manapun di seluruh tubuh kita. Karena itu siraman air itu harus pula dibantu dingan jari jemari tangan yang mengantarkan air itu ke bagian tubuh yang paling tersembunyi sekalipun.
3. Mandi junub dimulai dengan membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan, masing-masing tiga kali dan cara membasuhnya dengan mengguyur kedua telapak tangan itu dengan air yang diambil dengan gayung. Dan bukannya dengan mencelupkan kedua telapak tangan itu ke bak air.
4. Setelah itu mengambil air dengan telapak tangan untuk mencuci kemaluan dengan telapak tangan kiri sehingga bersih.
5. Kemudian telapak tangan kiri itu digosokkan ke lantai atau ke tembok sebanyak tiga kali. Dan setelah itu dibasuh dengan air.
6. Setelah itu berwudlu’ sebagaimana cara berwudlu’ untuk shalat.
7. Kemudian mengguyurkan air dari kepala ke seluruh tubuh dan menyilang-nyilangkan air dengan jari tangan ke sela-sela rambut kepala dan rambut jenggot dan kumis serta rambut mana saja di tubuh kita sehingga air itu rata mengenai seluruh tubuh.
8. Kemudian bila diyakini bahwa air telah mengenai seluruh tubuh, maka mandi itu diakhiri dengan membasuh kedua telapak kaki sampai mata kaki.
9. Disunnahkan untuk tidak mengeringkan badan dengan kain handuk atau kain apa saja untuk mengeringkan badan itu.
10. Disunnahkan untuk melaksanakan mandi junub itu dengan tertib seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam.
Demikianlah cara mandi junub yang benar sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam dan juga telah dicontohkan oleh beliau. Semoga dengan kita menunaikan ilmu ini, amalan ibadah shalat kita akan diterima oleh Allah Ta’aala karena kita telah suci dari junub atau hadats besar. Amin Ya Mujibas sa’ilin.
1. Tentang pengertian orang yang mukalaf , artinya orang yang telah baligh dari sisi usianya dan telah mumayyiz dari sisi kemampuan berfikirnya. Mumayyiz itu sendiri artinya ialah kemampuan membedakan mana yang bermanfaat baginya dan mana pula yang bermudarat.
2. Tentang pengertian hadatas besar , telah diterangkan dalam Salafi ed. 1 th. V hal. ?
3. Ar Raudhatun Nadiyah, Al Allamah Shiddiq Hasan Khan, hal. 35.
4. Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab, Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf An Nawawi, jilid 2 hal. 153, Darul Fiker Beirut Libanon, cet. Th. 1417 H / 1996 M.

Perempuan Pilihan Itu Telah Pergi: Selamat jalan, Saudariku Yoyoh Yusroh


Sosok ini sungguh perempuan pilihan, karena tak pernah mengatakan lelah kepada siapapun yang ingin curhatan, konsultasi  dalam kesibukan pun selalu menyediakan waktu. Patutlah disayangi ummat, karena telah banyak waktu dan pikitrannya tercurah untuk  sesamanya… Dia satu-satunya perempuan hebat, sudah kayaraya, berilmu tinggi, tetapi tetaplah bersahaja dan rendah hati, setiap waktu jika dimintai bantuan secepatnya mengulurkangan.
Ya Allah, terimalah saudariku tercinta ini di jannah-Mu.
Tokoh nasional yang memiliki buah hati 13 orang ini sungguh figur yang patut diteladani oleh kita. Meskipun supersibuk sebagai anggota legislatif, ia tetap dapat merancang kebersamaan bersama suami dan semua anak demi memelihara cinta kasih, dan keharmonisan keluarga besarnya.
Kemarin, 21 Mei 2011, kita tersentak mendengar kabar dukacita, beliau pergi mendahului kita.Yoyoh Yusroh meninggal dalam kecelakaan mobil bersama dengan suami dan anak-anaknya yang saat itu sedang dalam perjalanan dari Yogyakarta menuju Jakarta setelah menghadiri acara wisuda anaknya di UGM. Mobil Inova hitam yang ditumpanginya terguling saat melaju dengan kecepatan tinggi. Diduga karena sopir yang mengendarainya mengantuk dan slip hingga mobil hilang kendali saat melintas di tikungan jalan tol Tegal Karang, Cirebon.  Yoyoh Yusroh yang juga ibu dari 13 anak tersebut sudah tidak tertolong lagi, Yoyoh Yusroh tewas dalam kecelakaan tersebut, sedangkan suami dan anak-anaknya saat ini masih sedang dalam perawatan.
Jenazah Yoyoh Yusroh tiba dari rumah duka di Kompleks perumahan DPR di Kalibata, JakartaSelatan, sekitar pukul 14.30 WIB. Jenazah tiba di RT 1/RW 1 No 54, Kelurahan Belendung, Kecamatan Benda, Kota Tangerang.
Saya dan keluarga sedang dalam perjalanan menuju Sumedang. Sungguh nyaris tak percaya, hingga saya beberapa kali melakukan cek-ricek kepada beberapa sahabat dekatnya di kalangan liqo. Sepanjang perjalanan, seperti orang bodoh, saya berharap kabar itu hanya isu belaka. Rasanya baru kemarin saya bicara dengan salah seorang asistennya, minta dibuatkan janji untuk jumpa. Biasanya saya bisa langsung berhubungan melalui ponsel, hanya ponselku dicuri orang jadi banyak nomer yang lenyap.
Dan jam berapapun, jika saya SMS, biasanya pula senantiasa dijawab seketika. Yoyoh Yusroh, bagiku bukan sekadar sosok legislatif, aktivis parpol yang supersibuk, melainkan sebagai sosok ibu umahat, ibu dari ibu-ibu taklim yang sangat peduli, terutama terhadap perkembangan kaum perempuan dan anak-anak.
Secara pribadi saya sempat begitu dekat dengan sosok muslimah yang satu ini, sejak 2006. Kepadanyalah saya sering curharatan mengenai berbagai hal, karya, bahkan urusan perkawinan. Ketika kondisi saya terpuruk, baik secara finansial maupun fisik, hingga saya dan anak-anak terdepak dari rumah yang selama itu kami huni. Maka, hanya dialah, Saudariku inilah yang berkenan mengulurkan tangan dengan ikhlas dan tulusnya.
“Silakan, Teteh, tempati saja rumah kami di Depok Timur itu, terserah sampai kapan saja,” ujarnya dalam nada yang sangat ikhlas, bahkan dia langsung mengantarkanku sampai kawasan Pasar Minggu.
Suaminya, Pak Budi Darmawan bersikeras mencegatkan dulu sebuah taksi untuk saya, serta telah diberikan ongkosnya sampai rumah mereka di Depok Timur. Subhanallah, sungguh pasangan suami-istri yang luar biasa!
***
Berikut adalah hasil bincang penulis dengan Umi Umar, demikian teman-teman di taklim biasa menyebutnya, suatu siang di kawasan Mampang Prapatan. Tulisan ini telah dibukukan dengan judul 30 Perempuan Pilihan Wanita Penulis Indonesia, 2010, Penerbit Zikrul Hakim, Jakarta.
“Alhamdulillah, saya bersyukur dilahirkan dalam keluarga yang sangat concern dengan pengamalan syariat Islam. Ayah saya namanya Abdul Somad, seorang guru mengaji, penceramah pada hari-hari besar Islam, dari surau ke surau, mesjid ke mesjid dan taklim ke taklim di sekitar kampung halaman saya, Batuceper Tangerang. Ayah mengajak saya untuk aktif, kemudian melatih saya pidato dengan teks terjemahan dari Arab Melayu, itu terjadi sejak saya duduk di bangku SD. Ayah sering melatih saya bagaimana caranya menyampaikan ceramah dengan baik, memikat, berkomunikasi dengan massa.” Demikian ustazah Yoyoh Yusroh mengawali perbincangan kami yang akrab, ada makanan dan minuman segar di hadapan kami.
Waktu itu saya belum berjilbab, masih pakai rok biasa dan kerudung. Saya berdiri di hadapan ibu-ibu dan bapak-bapak di majlis taklim besar, banyak sekali tuh orangnya. Kebanyakan teman saya itu murid-murid dan rekan-rekan Ayah mengaji, bahkan guru-gurunya. Ya, saya jadi akrab dengan mereka kalangan pengajian, dan mereka mengenal saya sebagai mubalig cilik.
Sedangkan peran Ibu, Aminah, sebagai guru mengaji sangat mendukung. Ibu selalu menekankan saya untuk sering-sering mengaji Al Quran. Ketika bulan Ramadhan, saat saya ingin membantunya di dapur membuat penganan. Ibu akan mengatakan; “Sudahlah, Nak, sana pergi saja mengaji. Bikin kue sih nanti juga bisa, gampang dipelajari.” Logikanya kan, kalau saya membaca Al Quran, Ibu juga yang akan mendapat pahalanya. Kalau bulan suci Ramadhan kita targetkan khatam lima sampai enam kali. Gemar dan cinta membaca Al Quran sejak kecil. Meskipun belum paham artinya, seperti Al Kahfi, Al Muluk, Al Waqiyyah saya sudah hafal sejak kecil. Ibu menekankannya, karena itu adalah sunah Rasulullah Saw.
Peran Ibu dan Ayah sangat besar dan berpengaruh untuk perkembangan pribadi, pendidikan dan kondisi saya hingga sekarang. Saya berharap dapat menyempurnakan dan meningkatkan kualitas keimanan serta ketakwaan hingga akhir hayat. Iman, amal dan ketakwaan itu kan tidak berlaku surut, melainkan harus terus berkembang, dan meningkat ke taraf lebih tinggi. Demikian bila kita ingin akhir hayat kita dalam khusnul khatimah.
“Saya tidak hafal seluruh Al Quran, tapi insya Allah, banyaklah,” ujarnya merendah, meskipun di kalangan tarbiyah beliau dikenal sebagai hafidzoh.
Cita-cita Waktu Kecil
Saya senang baca. Ayah saya juga suka membacakan tentang kisah Nabi dan para sahabat. Waktu SD saya ingin menjadi sejarahwan. Makanya, waktu masuk Fakultas Adab IAIN saya ambil jurusan Sejarah Islam. Saya bersekolah di sekolah-sekolah umum bukan di pesantren. SD dan SMP Negeri, lalu ke PGA pertama di Tangerang, dan ke PGA lanjutannya di Pondok Pinang, kemudian ke IAIN Ciputat.
Peran Sebagai Pendidik
Sejak sebelum mengenal tarbiyah, saya sudah aktif di organisasi-organisasi Islam seperti Pelajar Islam. Banyak sekali untungnya dalam berorganisasi, antara lain peningkatan wawasan dan banyak teman. Sangat positif memiliki banyak teman bagi saya yang tak pernah memilih-milih siapa teman. Memang ada plus-minusnya dalam pergaulan. Tapi ada saja kelebihan seseorang itu meskipun umpamanya dia memiliki sifat negatif. Demikian pula saya mungkin punya sikap negatif. Jadi kalau berteman kita bisa saling mengingatkan, saling meluruskan dan saling menguatkan. Insya Allah lebih banyak plusnya kalau kita banyak teman.
Kalau ada teman-teman yang ingin diajari mengaji oleh saya. Yah, insya Allah saya tidak menolak, kecuali kalau saya memang betul-betul tidak ada waktu, atau jadwalnya bentrok. Kalau saya tidak cukup waktu untuk mutabaah atau evaluasinya, biasanya akan saya alihkan kepada teman-teman lain.
Peran Sebagai Ummahat
Alhamdulillah sebagai ibu Allah telah mengaruniai saya 13 orang anak yang saya syukuri semua.Anak pertama laki-laki, kuliah di UGM, Fakultas Ekonomi semester 9. Umurnya hampir 22 bulan Desember nanti. Anak ke-2 laki-laki, awalnya kuliah di FE UGM juga, terus mendapat tawaran beasiswa dari televisi Turki untuk belajar pada Internasional Of University di Sarajevo, Bosnia. Sekarang belum ada jurusan, tapi dia cenderung ambil Hubungan Internasional. Dia bisa menghemat program studi bahasa Inggris yang seharusnya 8 bulan menjadi hanya 2 bulan, alhamdulillah.
Anak ke-3 perempuan, semester 5 di Fakultas Pertanian, UGM. Anak ke-4 laki-laki, diterima di program studi tingkat SMA atau Mahad, program Al Azhar di Mesir. Anak ke-5 laki-laki, di SMKN Yogyakarta. Anak ke-6 laki-laki, di pondok pesantren Gontor. Anak ke-7 perempuan, di As-Syifa Al Hairiyah, SMIT sekolah punya Qatar. Anak ke-8 laki-laki, di Al Hikmah Citayam yang belum lama ini hafidz Al Quran 30 juz. Anak ke-9 laki-laki, SDIT Al Hikmah Citayam, baru 5 juz hafal Al Quran. Anak ke-10 laki-laki, di Al Hikmah juga, ya, tiga orang sekolah di boardingschool Citayam itu. Anak ke-11 laki-laki, kelas 2 di SDIT Insan Mandiri. Anak ke-12 perempuan, kelas 1 di Jakarta Islamicshool. Si bungsu perempuan 4,5 tahun di TK Kecil. Anak laki-laki 9 anak perempuan 4 orang. Di semua tingkatan SD itu ada mulai kelas enam sampai kelas satu.
“Suka lupa gak ya Umi dengan nama anak-anaknya?”
“Alhamdulillah, gaklah, Teh,” sahutnya sambil tertawa tersipu. “Yah, yang anak perempuan kadang suka manggilnya salah. Keempatnya namanya kan sama lima suku kata. Jadi, Mamamamima…” lanjutnya dengan derai tawa, perpaduan antara rasa syukur nikmat dengan keharuan, dan kebahagiaan seorang ibu.
Peran Sebagai Istri
Menikah l985, alhamdulillah, suami sangat mendukung saya dalam semua kegiatan dakwah. Waktu itu kami sama-sama masih sarjana muda. Suami dari Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia. Oya, tentang poligami itu… Seperti sudah sering saya sampaikan ke media, bahwa poligami itu sudah ada sejak zaman Rasulullah. Allah menciptakan kaum lelaki itu bervariasi. Memang ada yang berkapasitas memiliki istri lebih dari satu. Kalau kita paham bahwa suami mempunyai kapasitas lebih dari satu istri, dan kalau madu kita itu bisa diajak sebagai mitra dakwah, yah, mengapa tidak kita tak saling berbagi? Saya tidak keberatan sebagai satu solusi social. Dan poligami sebagai satu nilai itu tidak boleh membantah. Adapun mampu atau tidak dia melaksanakannya itu adalah lain hal. Yang diekspos kan kebanyakan poligami yang menimbulkan ekses. Padahal kan banyak sekali yang berpoligami yang tidak menimbulkan ekses, tapi tidak diekspos. Saya pribadi dari awal sudah setuju kalau suami akan berpoligami, itu sudah bukan masalah.
Kiprah Dalam Dunia Politik
Kalau politik praktis, dulu ayah saya PPP. Saya sering diajak kampanye di panggung-panggung untuk kemenangan PPP. Ayah saya sering dipanggil pihak berwajib, bahkan keluar-masuk tahanan karena vokalnya. Misalnya bicara lantang tentang Keluarga Berencana. “Walaupun Pemerintah menyuruh kita ber-KB, tapi Al Quran tidak!” Dan itu disuarakannya di taklim-taklim, dengan menerapkan langsung dalam kenyataan. Padahal masa-masa itu Pemerintah Orba sangat represif. Masih segar dalam benak saya, malam-malam pihak keamanan mengetuk pintu.
“Anda semua siapa?” tanya Ayah dengan gagah berani.
“Kami keamanan akan mengambil Bapak untuk ditahan!”
“Oh, kalau dari keamanan seharusnya tidak malam-malam begini datang menangkap orang. Lihat, anak-anak saya ketakutan. Besok saja saya akan datang sendiri!” ujar Ayah tegas, pihak keamanan pun berlalu. Ayah orangnya konsisten, meskipun dilarang oleh Ibu, Ayah tetap datang dengan bersepeda ke Polsek Batuceper, Tangerang. Ada beberapa kali begitu saja, keluar-masuk tahanan. Saya sangat terpengaruh dengan perjuangannya. Dari kecil sudah terbayang bagaimana dunia politik itu. Eee, tapi tak pernah terbayang loh, kalau sekarang menjadi anggota DPR.
Di Partai Keadilan Sejahtera, saya termasuk salah satu dari 50 orang Dewan Pendiri. Saya pikir, politik adalah suatu keniscayaan sebagai seorang Muslim. Ketika kita menyerahkan pemerintahan kepada orang-orang yang tidak kuat untuk mensejahterakan rakyat, memperjuangkan keadilan, maka demikianlah kondisi negeri ini. Kita berharap kekayaan Indonesia yang begitu besar dapat dikelola dengan, didistribusikan secara merata. Negeri ini sudah kaya raya, tapi salah urus, sehingga kesenjangan antara si kaya dengan si miskin sangat tinggi. Sebelum menjadi anggota Dewan saya tidak tahu tidak sejauh ini, tapi setelah tahu suka prihatin sekali melihat kondisi umat, kondisi bangsa yang tidak mendapatkan hak-haknya. Karena terhalang oleh kedzaliman orang-orang tertentu yang memperkaya diri dan kelompoknya.
Dalam parlemen yang tidak homogen, semua punya kepentingan. Kita juga tidak menafikan masih ada orang-orang yang baik di partai lain. Mereka yang bisa diajak kerjasama, tapi lebih banyak lagi (dalam banyak hal) yang tidak sependapat dengan keinginan kita. Kadang-kadang dalam posisi tertentu, umpamanya dalam pengesahan undang-undang, kita tidak sependapat tapi memberikan catatan-catatan. Misalnya tentang undang-undang sumber daya air, undang-undang APBN 2006-2007. Kita ikut kaukus antikorupsi, anggaran pendidikan 26 %, perempuan parlemen.
Kita menganggap parlemen itu bukan saja sebagai mimbar politik, melainkan juga mimbar dakwah. Kita bisa menyampaikan apa yang kita inginkan. Kita bisa belajar banyak di sana, semacam universitas. Ternyata keberadaan kita di DPR itu banyak mendengar, banyak melihat, kemudian bersama teman-teman menganalisa misalnya. Itu bisa mengasah kecerdasan intelektual dan emosional. Jabatan saya sebagai ketua komisi 8 di DPR. Di PKS sebagai anggota Majelis Syuro.
Bila Banyak Tekanan
Kalau kita merasa tidak suka, tapi itu harus terjadi juga. Hiburannya, yah, di luar gedung DPR. Melihat wajah-wajah yang baik di taklim-taklim, bersosialisasi dan berkumpul dengan orang-orang baiklah. Mereka yang satupemahaman dan satu pemikiran dengan kita. Jadi, kalau berada di dalam gedung DPR terus, memang rasanya sulit sekali untuk bisa menerima kenyataan. Kalau tidak ada tugas dari partai atau sebagai anggota DPR, saya masih aktif dakwah-dakwah di perkantoran, mengisi taklim-taklim, ceramah di lembaga-lembaga strategis. Termasuk sebagai pengurus Yayasan Ibu Harapan di Depok.
Membagi Waktu
Tentang memanaj waktu, seperti saya baca dari buku-bukunya Yusuf Qordhowi, terutama tentang waktu dalam kehdupan Muslim. Yang paling efektif manakala kita bisa tepat waktu, dan waktu kita menjadi produktif. Mengikuti cara Rasulullah, bangun sebelum subuh, kita berinfak, solat tepat waktu, dan merencanakan rencana siang hari sejak malamnya. Kalau waktu itu kita rencanakan dengan baik semuanya, insya Allah akan menjadi berkah.
Tarbiyatul Awlad atau Pendidikan Anak
Di rumah ada orang-orang dekat, saudara, adik-adik yang ikut mengawasi anak-anak. Untuk hal-hal yang bersifat penting, tidak diserahkan kepada hadimat. Saya berpikir bagaimana menjadikan mereka sebagai anak-anak yang sehat, intelektual yang memadai. Kemudian, benar bahwa anak-anak itu adalah hamba Allah yang taat. Suami sangat mendukung dalam melaksanakan konsep mendidik anak. Intinya, kita mendidik anak-anak mengikuti cara Rasulullah.
Sejak mulai hamil, mengandung, melahirkan, menyusui sampai saat anak bisa bicara, dan mengikuti apa-apa yang kita lakukan. Yah, dengan panduan buku Tarbiyatul Awlad. Sekuat tenaga, sebaik mungkin kita praktekkan. Ternyata ketika kita praktekkan nilai-nilai Islam dalam mendidik anak sangat beruntung. Misalnya, melatih anak berpuasa, solat, beraktivitas sosial, bersedekah sejak dini. Anak usia 2,5 tahun mulai diajak untuk berpuasa, begitu usia 3,5 tahun dia sudah terbiasa melakukan shaum di bulan Ramadhan.
Saya sangat terharu ketika ada anak yang lulus SMA, kemudian diterima di PTN favorit. Waktu saya ajak untuk makan bersama, dia bilang; “Gak Mi, saya lagi shaum Daud.” Ternyata bagi dia shaum Daud itu sudah merupakan kebutuhan dan kenikmatan. Semuanya bila kita ajarkan sejak kecil, sungguh sangat bermanfaat. Umpamanya dalam berjilbab, walaupun anak itu masih kecil, tapi karena telah dibiasakan berkerudung, nah kalau dia mau keluar rumah selalu berkerudung.
Saya melihat anak-anak yang mampu menghafal Al Quran, ternyata sangat cerdas secara intelektual dan emosional. Alhamdulillah, anak-anak yang saya didik menghafal Al Quran, mereka dapat lulus SPMB, sekolah di PTN favorit. Mendidik anak secara Rasulullah itu bagi saya sangat tepat. Boleh saja kita mengambil teori-teori dari luar, tapi itu hanya sebagai pengayaan.
Tanggung jawab orang tua dalam pendidikan keimanan, mengarahkan mereka mempunyai keimanan yang kuat. Saat anak mengeluh, kita bandingkan keadaannya dengan yang lebih tak beruntung. Sehingga dia tetap bisa kembali mensyukuri nikmat-Nya. Bagaimana mencintai Allah, mencintai Nabi, bukan mengidolakan ibu-ayah yang bisa saja berbuat kekhilafan. Mencintai Al Quran dan para pejuang Islam. Kita juga mendidik anak-anak tentang makanan yang halal.
Pendidikan akhlak; akhlak kepada orang tua, kepada sesama, kepada tetangga. Bagaimana anak bersikap terhadap orang tua, misalnya, saya mendidik mereka secara realis. Jika ada anak yang mengatakan hal-hal jelek, misalnya, saya tidak akan memarahinya, tapi mengusut dulu dari mana sumbernya. Intinya kita tidak boleh panik dalam mendidik anak.
Suatu saat saya cerita kepada anak-anak, bagaimana tentang perjuangan para mujahid. Anak-anak kemudian sama ingin mati syahid. Nah, kalau ingin mati syahid itu kita harus cerdas. Karena musuh akan menembak komandan duluan bukan prajurit. Jadi komandan itu bukan orang bodoh. Kalau mau cerdas harus belajar. Kalau mau belajar enak ya harus makan, sehat. Sudah solat? Belum. Nah, katanya mau menjadi anak yang benar. Intinya kita mengajak dengan bahasa yang sederhana dan bisa dipahami anak-anak. Dengan bahasa yang positif. Tidak perlu kita menatakan; “Kamu anak yang nakal!” Tapi bisa dengan; “Kamu anak yang soleh, tapi perbuatanmu tadi tidak benar, ya Nak” Atau; “Umi sayang sama Abang, tapi perbuatan Abang tadi seperti anak yang tak mau disayang…” Di rumah kami kata-kata penghakiman, hujatan, sesalan atau cemoohan diharamkan.
Keseimbangan Dunia dengan Ukhrowi
Intinya kita menikmati semua karunia Allah. Kapan saatnya kita harus menikmatinya, dan kapan pula harus menahan. Saya beri pengertian kepada anak-anak, meskipun mereka anak anggota DPR, tapi tidak harus selalu pergi sekolah diantar-jemput mobil pribadi. Makan tidak harus selalu di restoran, umpamanya. Saya sering perlihatkan isi tas; “Nah, ini amplop untuk Palestina, ini untuk infak, ini untuk yatim-piatu. Uang Umi tinggal segini. Kalau menuntut seperti keinginan kalian, mau gak kita pakai uang riba?” Akhirnya mereka bisa menerima kenyataan. Yah, kita harus realistislah, mengatakan apa adanya.
Misalkan, ada anak yang kepingin ponsel, ini biasanya setelah SMP. Itu juga pakai proposal; apa manfaatnya, apa mudharatnya. Ketika kecil anak-anak tidak dibiasakan menonton televisi. Nah, setelah besar, tiga anak mewakili dan bikin proposal bagaimana pentingnya televisi. Tapi itupun untuk acara-acara tententu saja, tidak yang membuang-buang waktu.
“Intimya saya masih terus belajar, baik sebagai ibu, sebagai politikus, sebagai wanita solehah,” pungkasnya merendah.
Kini, perempuan pilihan itu telah mendahuluiku, mendahului kit asemua. Semua kebaikan dan keikhlasannya dalam berbagi, baik ilmu maupun finansial, semoga menjadi pahala dan memudahkannya dalam perjalanan menemui Sang Khalik.
Selamat Jalan, Saudariku Cinta, Yoyoh Yusroh, sampai jumpa, bila waktuku tiba. (Pipiet Senja)

-----Tulisan diambil dari sini-------

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More